Minggu, 12 Juni 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA KMB II

Laporan Pendahuluan
ANEMIA
A.    DEFINISI
Definisi anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematocrit atau hitungan eritosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh dara. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditatapkan penyakit sampai kepada label anemia tetapi tidak harus dapat ditatapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru)
Kriteria menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV, et al.2001)
Kelompok
Kreteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa
<13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil
< 12g/dl
Wanita hamil
<11 g/dl






B.     KLASIFIKASI
1.      Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis
a.       Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
1)      Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
a)         Anemia defisiensi besi
b)        Anemia defisiensi asam folat
c)         Anemia defisiensi vitamin B12

2)      Gangguan sumsum tulang (utilisasi) besi
a)         Anemia akibat penyakit kronik
b)        Anemia sideroblastik
3)      Kerusakan sumsum tulang
a)          Anemia aplastic
b)         Anemia mieloptisik
c)          Anemia pada keganasan hematologi
d)         Anemia diseritropoletik
e)          Anemia pada sindrom mielodisplastik
b.      Anemia akibat hemoragi
1.      Anemia pasca perdarahan akut
2.      Anemia akibat pendarahan kronik
c.       Anmia hemolitik
1.      Anemia hemolitik intrakorpuskuler
a)    Gangguan membram eritrosit (membranopati)
b)   Gangguan ensim eritosit (enzimipati) : anemia akibat defisiensi G6PD
c)    Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
1)   Thalassemia
2)   Hemoglobinopati structural : Hbs, Hbe, dll
2.      Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a)    Anemia hemolitik autoimun
b)   Anemia hemolitik mikroangiopatik
d.      Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis komplek
2.      Klafisikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi
a.       Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg
1)      Anemia definisi besi
2)      Rhalassemia major
3)      Anemia akibat penyakit kronik animia sideroblastik
b.      Anemia normokromik normoister, bila MCV 80-95 dan MCN 27-34 pg
1)      Anemia pasca pendarahan akut
2)      Anemia aplastic
3)      Anemia hemolitik kronik
4)      Anemia pada gagal ginjal kronik
5)      Anemia pada sindrom mleodisplastik
6)      Anemia pada keganasan hematologic
c.       Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl
1)      Bentuk megaloblastik
a)      Anemia defisiensi asam folat
b)      Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2)      Bentuk non-megaloblastik
a)      Anemia pada penyakit hati kronik
b)      Anemia pada hipotiroidisme
c)      Anemia pada sindrom mielodisplastik

C.     ETIOLOGI
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan gejala berbaga macam penyakit dasar (underlying disease). Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena
1.      Gangguan pembentukan eritrosit oleh sum-sum tulang
2.      Kehilangan darah keluar dari tubuh (pendarahan)
3.      Proses penghancuran eritrodit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolysis).




D.    PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki.


E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan laboraturium
a.         Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen – komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV,Dan MCHC), apusan darah tepi.
b.        Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED), dan hitung retikulosit.
c.         Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan system hematopoiesis.
d.        Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini untuk mengkonfrimasi dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen berikut ini:
1)      Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan ferritin serum.
2)      Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
3)      Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
4)      Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
2.    Pemeriksaan laboraturium nonhematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman.
3.    Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
4.    Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan biologis molekuler (PCR= polymerase chain raction, FISH= flurescence in situ hybridization)

F.      KOMPLIKASI
1.      Perkembangan otot buruk
2.      Daya konsentrasi menurun
3.      Hasil uji perkembangan menurun
4.      Kemampuan mengolah informasi yang didengan menurun
5.      Sepsis
6.      Sensitisasi terhadap antigen donor yang beraksi-silang menyebabkan perdarahan yang tidak terkendali
7.      Cangkokan vs penyakit hospes (timbul setelah pencangkokkan sumsum tulang)
8.      Kegagalan cangkok sumsum
9.      Leukemia mielogen akut berhubungan dengan anemia fanconi

G.    MANIFESTASI KLINIS
1.        Manifestasi klinik yang sering muncul
a.    Pusing
b.   Mudah berkunang-kunang
c.    Lesu
d.   Aktivitas kurang
e.    Rasa mengantuk
f.    Susah kosentrasi
g.   Cepat lelah
h.   Prestasi fisik/pikiran menurun

2.        Gejala masing-masing anemia
a.    Perdarahan berkurang berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi besi
b.    Icterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik
c.    Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karana keganasan
3.        Pemeriksaan fisik
a.    Tanda-tanda anemia umum :
1)      Pucat
2)      Takhikardi
3)      Pulsus celer
4)      Suara pembulu darah spontan
5)      Bising karotis
6)      Bising sistolik anorganik
7)      Pembesaran jantung
b.   Manifistasi khusus anemia :
1)      Defisiensi besi       : spoon nail, glositis
2)      defisiensi B12       : paresis, ulkus tungkai
3)      hemolitik               : icterus, spenomegali
4)      apalastik                : anemia biasanya berat, pendarahan, infeksi

H.    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditunjukkan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penatalakasaan anemia berdasarkan penyebab yaitu :
1.    Anemia aplastic
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithicyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentar selama 7-10 hari. Progresis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan platelet.
2.    Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialysis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropetin rekombian
3.    Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk penanganan untuk anemia akan terobati dengan sendirinya.
4.    Anemia pada defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan  sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar HB kurang dari 5 gr%
5.    Anemia megaloblastik
a.    Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defek absorbs atau tidak tersedia factor intrisik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM
b.    Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisisosa atau melabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi
c.    Pada anemia difisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari
d.   Anemia difisiensi asam folat pada pada pasien dengan gangguan absorbs penanganan dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara IM.
6.    Anemia pasca pendarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan IV dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

7.    Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses penyakit
2.      Ansietas berhubungan dengan prosedur tranfusi
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen kejaringan ditandai dengan kelemahan, lebih banyak memerlukan energy

J.       INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri dapat teratasi dan berkurang dengan kriteria hasil
1.      Skala nyeri berkurang skala (1-3)
2.      Pasien tampak rileks
3.      Tanda-tanda vital dalam kondisi batas normal
1.Kaji nyeri, lokasi nyeri, lamanya nyeri, skala nyeri
2.Ukur TTV
3.Atur posisi yang nyaman
4.Ajakan pasien untuk menggunakan strategi non farmakologi seperti menarik nafas dalam
1. Perubahan pada karateristik nyeri dapat menunjukan berat ringannya nyeri
2. Untuk  mengetahui perubahan yang terjadi saat nyeri terjadi
3. meningkatkan rasa control
4. pendekatan yang efektif pada saat terjadinya nyeri
Ansietas berhubungan dengan transfuse
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan cemas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1.      Pasien tidak takut
2.      Pasien tampak rileks
3.      Pasien menunjukan pemahaman tentang pemberian obat

1.      Tingkatkan pengertian dengan pasien
2.      Berikan lingkungan yang tenang
3.      Jelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
4.      Berikan dukungan emosi atau motivasi
1.      Mengurangi rasa takut yang ada didiri pasien dan meningkatkan pengetahuan pasien
2.      Memberikan kenyamanan pada pasien
3.      Memberikan rasa saling percaya
4.      Meningkatkan kemampuan koping
Intoleransiaktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen kejaringan ditandai dengan  kelemahan, lebih banyak memerlukan energy
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan  pasien menunjukanpeningkatan toleransi aktivitas dengan kriteria hasil :
1.      Menunjukan peningkatan berat badan
2.      Dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
3.      Kekuatan otot toleransi aktivitas

1.      Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi pasien
2.      Anjurkan keluarga pasien untuk terus mengawasi aktivitas pasien
1.      Meningkatkan harga diri pasien
2.      Untuk mencegah injury





DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Bare, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2011
Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta, EGC: 2010
. Aru, Sudoyo  sitasi Huda A. dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Saferi A. dan Mariza Y. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
Sari Wijayaningsih K. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Herman, T. Heather. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan  Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.