Laporan
Pendahuluan
ANEMIA
A. DEFINISI
Definisi
anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematocrit atau hitungan
eritosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
oleh dara. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter
tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi,
perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak
cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditatapkan penyakit
sampai kepada label anemia tetapi tidak harus dapat ditatapkan penyakit dasar
yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru)
Kriteria
menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV, et al.2001)
Kelompok
|
Kreteria
Anemia (Hb)
|
Laki-laki dewasa
|
<13 g/dl
|
Wanita dewasa tidak hamil
|
< 12g/dl
|
Wanita hamil
|
<11 g/dl
|
B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi
Anemia menurut Etiopatogenesis
a. Kekurangan
bahan esensial pembentukan eritrosit
1) Kekurangan
bahan esensial pembentukan eritrosit
a)
Anemia defisiensi besi
b)
Anemia defisiensi asam folat
c)
Anemia defisiensi vitamin B12
2) Gangguan
sumsum tulang (utilisasi) besi
a)
Anemia akibat penyakit kronik
b)
Anemia sideroblastik
3) Kerusakan
sumsum tulang
a)
Anemia aplastic
b)
Anemia mieloptisik
c)
Anemia pada keganasan hematologi
d)
Anemia diseritropoletik
e)
Anemia pada sindrom mielodisplastik
b. Anemia
akibat hemoragi
1. Anemia
pasca perdarahan akut
2. Anemia
akibat pendarahan kronik
c.
Anmia hemolitik
1.
Anemia hemolitik intrakorpuskuler
a)
Gangguan membram eritrosit
(membranopati)
b)
Gangguan ensim eritosit (enzimipati) :
anemia akibat defisiensi G6PD
c)
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
1)
Thalassemia
2)
Hemoglobinopati structural : Hbs, Hbe,
dll
2.
Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a)
Anemia hemolitik autoimun
b)
Anemia hemolitik mikroangiopatik
d.
Anemia dengan penyebab tidak diketahui
atau dengan pathogenesis komplek
2.
Klafisikasi anemia berdasarkan morfologi
dan etiologi
a.
Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV
<80 fl dan MCH <27 pg
1)
Anemia definisi besi
2)
Rhalassemia major
3)
Anemia akibat penyakit kronik animia
sideroblastik
b.
Anemia normokromik normoister, bila MCV
80-95 dan MCN 27-34 pg
1)
Anemia pasca pendarahan akut
2)
Anemia aplastic
3)
Anemia hemolitik kronik
4)
Anemia pada gagal ginjal kronik
5)
Anemia pada sindrom mleodisplastik
6)
Anemia pada keganasan hematologic
c.
Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl
1)
Bentuk megaloblastik
a)
Anemia defisiensi asam folat
b)
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia
pernisiosa
2)
Bentuk non-megaloblastik
a)
Anemia pada penyakit hati kronik
b)
Anemia pada hipotiroidisme
c)
Anemia pada sindrom mielodisplastik
C. ETIOLOGI
Anemia
bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan
gejala berbaga macam penyakit dasar (underlying disease). Pada dasarnya anemia
disebabkan oleh karena
1. Gangguan
pembentukan eritrosit oleh sum-sum tulang
2. Kehilangan
darah keluar dari tubuh (pendarahan)
3. Proses
penghancuran eritrodit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolysis).
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya
anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah
merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat
akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis
sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam
aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan
penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel
darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan
kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya
otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang,
maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan
kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki.
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboraturium
a.
Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk
morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen –
komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV,Dan MCHC),
apusan darah tepi.
b.
Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju
endap darah (LED), dan hitung retikulosit.
c.
Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan system hematopoiesis.
d.
Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini untuk
mengkonfrimasi dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen berikut ini:
1)
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin,
dan ferritin serum.
2)
Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
3)
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
4)
Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
2. Pemeriksaan laboraturium
nonhematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman.
3. Radiologi: torak, bone survey,
USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan biologis molekuler
(PCR= polymerase chain raction, FISH= flurescence in situ hybridization)
F.
KOMPLIKASI
1. Perkembangan
otot buruk
2. Daya
konsentrasi menurun
3. Hasil
uji perkembangan menurun
4. Kemampuan
mengolah informasi yang didengan menurun
5. Sepsis
6. Sensitisasi
terhadap antigen donor yang beraksi-silang menyebabkan perdarahan yang tidak
terkendali
7. Cangkokan
vs penyakit hospes (timbul setelah pencangkokkan sumsum tulang)
8. Kegagalan
cangkok sumsum
9. Leukemia
mielogen akut berhubungan dengan anemia fanconi
G. MANIFESTASI
KLINIS
1.
Manifestasi klinik yang sering muncul
a.
Pusing
b.
Mudah berkunang-kunang
c.
Lesu
d.
Aktivitas kurang
e.
Rasa mengantuk
f.
Susah kosentrasi
g.
Cepat lelah
h.
Prestasi fisik/pikiran menurun
2.
Gejala masing-masing anemia
a.
Perdarahan berkurang berulang/kronik
pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi besi
b.
Icterus, urin berwarna kuning
tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik
c.
Mudah infeksi pada anemia aplastic dan
anemia karana keganasan
3.
Pemeriksaan fisik
a.
Tanda-tanda anemia umum :
1)
Pucat
2)
Takhikardi
3)
Pulsus celer
4)
Suara pembulu darah spontan
5)
Bising karotis
6)
Bising sistolik anorganik
7)
Pembesaran jantung
b.
Manifistasi khusus anemia :
1)
Defisiensi besi : spoon nail, glositis
2) defisiensi
B12 : paresis, ulkus tungkai
3)
hemolitik : icterus,
spenomegali
4) apalastik : anemia biasanya berat,
pendarahan, infeksi
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia
ditunjukkan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
Penatalakasaan anemia berdasarkan penyebab yaitu :
1. Anemia
aplastic
Dengan transplantasi
sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithicyte globulin (ATG) yang
diperlukan melalui jalur sentar selama 7-10 hari. Progresis buruk jika
transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan
transfuse RBC rendah leukosit dan platelet.
2. Anemia
pada penyakit ginjal
Pada pasien dialysis
harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat. Kalau tersedia, dapat
diberikan eritropetin rekombian
3. Anemia
pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak
menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk penanganan untuk anemia
akan terobati dengan sendirinya.
4. Anemia
pada defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian
makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah
diberikan bila kadar HB kurang dari 5 gr%
5. Anemia
megaloblastik
a. Defisiensi
vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan
oleh defek absorbs atau tidak tersedia factor intrisik dapat diberikan vitamin
B12 dengan injeksi IM
b. Untuk
mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup
pasien yang menderita anemia pernisisosa atau melabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi
c. Pada
anemia difisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari
d. Anemia
difisiensi asam folat pada pada pasien dengan gangguan absorbs penanganan
dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara IM.
6. Anemia
pasca pendarahan
Dengan memberikan
transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan IV dengan
cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia
hemolitik
Dengan
pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
I. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan rasa nyaman: nyeri
berhubungan dengan proses penyakit
2.
Ansietas berhubungan dengan
prosedur tranfusi
3.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen kejaringan ditandai dengan
kelemahan, lebih banyak memerlukan energy
J. INTERVENSI
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Gangguan rasa nyaman
: nyeri berhubungan dengan proses penyakit
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri dapat teratasi dan berkurang dengan
kriteria hasil
1. Skala
nyeri berkurang skala (1-3)
2. Pasien
tampak rileks
3. Tanda-tanda
vital dalam kondisi batas normal
|
1.Kaji
nyeri, lokasi nyeri, lamanya nyeri, skala nyeri
2.Ukur
TTV
3.Atur
posisi yang nyaman
4.Ajakan
pasien untuk menggunakan strategi non farmakologi seperti menarik nafas dalam
|
1. Perubahan pada
karateristik nyeri dapat menunjukan berat ringannya nyeri
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi saat
nyeri terjadi
3. meningkatkan rasa
control
4. pendekatan yang
efektif pada saat terjadinya nyeri
|
Ansietas
berhubungan dengan transfuse
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan cemas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Pasien
tidak takut
2. Pasien
tampak rileks
3. Pasien
menunjukan pemahaman tentang pemberian obat
|
1. Tingkatkan
pengertian dengan pasien
2. Berikan
lingkungan yang tenang
3. Jelaskan
prosedur tindakan yang dilakukan
4. Berikan
dukungan emosi atau motivasi
|
1.
Mengurangi rasa takut yang ada
didiri pasien dan meningkatkan pengetahuan pasien
2.
Memberikan kenyamanan pada pasien
3.
Memberikan rasa saling percaya
4.
Meningkatkan kemampuan koping
|
Intoleransiaktivitas
berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen kejaringan ditandai
dengan kelemahan, lebih banyak
memerlukan energy
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan pasien
menunjukanpeningkatan toleransi aktivitas dengan kriteria hasil :
1. Menunjukan
peningkatan berat badan
2. Dapat
melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
3. Kekuatan
otot toleransi aktivitas
|
1. Antisipasi
dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas
toleransi pasien
2. Anjurkan
keluarga pasien untuk terus mengawasi aktivitas pasien
|
1. Meningkatkan
harga diri pasien
2. Untuk
mencegah injury
|
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer,
Bare, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8,
Jakarta, EGC, 2011
Hudak,
Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta, EGC: 2010
. Aru, Sudoyo sitasi Huda
A. dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Saferi A. dan Mariza Y. 2013. KMB 1
Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
Sari Wijayaningsih K. 2013. Standar
Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Herman, T. Heather. 2015. NANDA
International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.